Selasa, 15 November 2011

EKSTRAK DAUN KACANG BABI (Vicia faba L.) SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU RAMAH LINGKUNGAN



I.                   PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Sudah sejak lama rayap identik dengan kerusakan bangunan. Kayu, cabang, ranting dan daun yang telah mati, serta kertas, karton, rumput, biji-bijian, humus, dan bahkan kotoran hewan yang sudah mengering dapat diserang oleh rayap (Winarno, 2001). Dengan kemampuannya mencerna selulosa, dapat dipastikan bahwa semua bahan berlignoselulosa akan mudah diserang oleh rayap apalagi bila bahan-bahan tersebut terpapar langsung dan tidak terlindung. Kerugian ekonomis akibat serangan rayap terhadap bangunan di kota Bogor dan sekitarnya tidak sedikit. Menurut Rismayadi dan Arinana (2007), angka tersebut mencapai 2,7 trilyun rupiah di tahun 2000.
Usaha pengendalian serangan rayap dapat dikategorikan dalam dua bentuk, yaitu perlakuan terhadap koloni rayap dan perlakuan perlindungan terhadap bahan-bahan berlignoselulosa seperti kayu dan lain sebagainya. Yang umum dilakukan adalah kegiatan yang terakhir (perlindungan) karena perlakuan terhadap koloni tergolong rumit dan tidak mudah mengingat sulitnya menemukan posisi koloni rayap dengan tepat.
Perlindungan terhadap kayu dikenal dengan istilah pengawetan, yakni memasukkan bahan yang bersifat racun terhadap rayap dan faktor perusak biologis lainnya ke dalam kayu sehingga umur pakai kayu meningkat. Bahan pengawet yang biasa digunakan adalah bahan-bahan kimia sintetis. Sayangnya, bahan-bahan tersebut bersifat racun tidak hanya terhadap faktor-faktor biologis perusak kayu namun juga terhadap manusia dan tidak ramah lingkungan karena undegradable (Tobing dalam Sitepu 2003). Dengan demikian maka perlu dicari bahan-bahan alami yang berpotensi sebagai bahan pengawet kayu sehingga kerusakan terhadap manusia dan lingkungan akibat penggunaan bahan-bahan sintetis yang terus menerus dapat dihindari.
Salah satu bahan alami yang berpotensi sebagai bahan pengawet adalah Kacang Babi (Vicia faba L.). Tumbuhan yang tumbuh liar dan banyak dijumpai di berbagai tempat di Jawa Barat telah digunakan oleh para petani lokal sebagai pestisida alami terhadap berbagai faktor perusak tanaman hortikultura dan biji-bijian seperti ngengat, kumbang penggerek, tikus, rayap, dan semut. Kacang Babi juga digunakan untuk mengatasi serangan hama bagi ternak seperti kutu, lalat, dan caplak, dan juga untuk rumah agar terbebas dari nyamuk, kecoa, dan kutu kasur.
Mengingat tumbuhan Kacang Babi ini berpotensi sebagai pestisida alami, pemanfaatan tumbuhan ini sebagai bahan pengawet kayu yang ramah lingkungan merupakan salah satu alternatif yang menjanjikan dan perlu diteliti dengan seksama.
Perumusan Masalah
Ketersediaan kayu-kayu awet di Indonesia tergolong rendah. Dari 200 jenis kayu perdagangan yang ada, 85% diantaranya tergolong ke dalam kelompok kayu kurang awet yang apabila digunakan untuk tujuan tertentu tanpa diawetkan, dapat dipastikan akan memiliki masa pakai yang singkat (Martawijaya et al., 2005). Keterbatasan ini diperparah dengan tingginya populasi rayap di Indonesia karena lingkungan yang lembab. Menurut Rismayadi dan Arinana (2007), kawasan Jabodetabek dan sekitarnya merupakan kawasan yang rentan akan serangan rayap. Akhir-akhir ini tingkat serangan rayap mulai mengkawatirkan dimana frekuensi serangan mencapai 55-75% dari seluruh bangunan yang ada. Diperkirakan frekuensi tersebut akan meningkat 5% per tahun seiring dengan meningkatnya pembangunan gedung dan perumahan di kawasan tersebut.
Bahan pengawet kayu yang tersedia di pasaran selain bersifat racun terhadap manusia dan tidak mudah terdegradasi, jugatergolong mahal.  Oleh karena itu, pemanfaatan ekstrak daun tumbuhan Kacang Babi  (V. faba L.) sebagai alternatif bahan pengawet perlu diteliti dan digalakkan mengingat kemampuannya yang baik dalam mengatasi serangan rayap dan ketersediaannya yang berlimpah di alam.  Untuk dapat mengetahui peranan ekstrak daun Kacang Babi sebagai bahan pengawet alami dengan pasti, makapenelitian akan hal tersebut mutlak dilakukan. Oleh karena itu kami mengajukan proposal ini sebagai wujud nyata sumbangsih mahasiswa khususnya dalam rangka melestarikan sumberdaya hutan yang dimiliki. Dengan ditemukannya bahan pengawet yang ramah lingkungan, maka masa pakai kayu menjadi lebih panjang dan hal ini secara tidak langsung berkontribusi bagi kelestarian sumberdaya hutan.
Tujuan Program
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji keefektifan penggunaan ekstrak daun Kacang Babi  (V. faba L.) sebagai bahan pengawet alami khusus untuk kayu dan produk kayu lainnya dalam rangka meningkatkan masa pakai kayu dengan membandingkan dua metode pengawetan yang dipilih.
Luaran yang Diharapkan
Luaran yang diharapkan adalah publikasi dalam jurnal ilmiah terakreditasi serta paten yang terkait dengan ekstrak daun Kacang Babi sebagai bahan pengawet alami dan metode pengawetan yang efektif.
Kegunaan Program
Selain memperkaya khasanah ilmu dan pengetahuan di bidang pengawetan kayu khususnya dengan menemukan bahan pengawet alami dan metode pengawetan yang efektif, penelitian ini juga bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan petani lokal dengan tumbuhan Kacang Babi sebagai mata pencahariannya.

II.                Tinjauan Pustaka
1.      Deskripsi dan Kegunaan Tumbuhan Kacang Babi (Vicia faba L.)
Kacang Babi merupakan tumbuhan tahunan dengan tinggi antara 30-180 cm. Batangnya kuat, bersegi dan berongga dengan tipe daun berseling, menyirip ganda, berjumlah 2-6, berbentuk bundar telur hingga menjorong. Bunga bertandan pendek di ketiak dengan jumlah 1-6, berukuran kurang lebih 2-4 cm x 1.5 cm, berwarna putih dengan loreng dan ruam, serta berbau. Berbuah polong, berbentuk agak silinder hingga memipih. Di lapangan, kultivar mencapai panjang 5-10 cm, sedangkan bila ditanam di kebun dapat mencapai panjang 30 cm. Bentuk dan ukuran biji sangat beragam, sangat padat hingga agak membulat, berwarna putih, hijau, kekuning-kuningan, coklat, ungu atau hitam (http://dusunlaman.net/?p-216; diakses tanggal 19 Oktober 2009).
Asal dan sebaran geografis Kacang Babi adalah di daerah Mediterania atau di daerah selatannya sampai kawasan Polinesia. Di Asia Barat, kacang ini telah ditanam sejak zaman lampau, dan sekarang sudah secara luas ditanam di banyak negara tropis. Kacang ini tergolong dalam kacang polong utama dunia.
Kacang Babi dapat tumbuh pada hampir semua jenis lahan. Kondisi pertumbuhan terbaik terdapat di tanah liat dengan pH optimum sekitar 6,5. Selama pertumbuhan tumbuhan ini memerlukan temperatur rata-rata 18-27°C, dengan sedikit atau tidak ada panas yang berlebihan. Curah hujan yang diperlukan sekitar 650-1000 mm/tahun dengan kelembaban tertinggi kurang lebih 9-12 minggu setelah penanaman. Perbanyakan tanaman ini biasa dilakukan dengan biji.
Saat ini Kacang Babi telah ditanam oleh petani-petani lokal untuk berbagai macam manfaat, terutama sebagai “tanaman lahan tandus” untuk meningkatkan kesuburan tanah dan untuk pengendalian hama beberapa jenis hortikultura dan tumbuhan biji-bijian. Di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara, Kacang Babi kultivar berkulit hijau umumnya ditanam sebagai tanaman kebun, sementara yang kultivar kacang kering sebagai bahan makanan bagi manusia dan ternak karena kaya akan protein. Secara tradisional, tumbuhan ini juga digunakan sebagai bahan pelumpuh ikan yang ada di danau kecil atau sungai.
2.      Kepentingan dan Manfaat Pengawetan Kayu
Secara umum, pengawetan kayu adalah melindungi kayu terhadap semua faktor yang dapat merusak kayu yang pada akhirnya menyebabkan kayu menjadi hancur. Dalam pengertian praktis, pengawetan kayu bermakna meningkatkan keawetan alami kayu dengan memasukkan bahan beracun terhadap serangga, jamur, dan faktor perusak lain.  Dengan semakin terbatasnya ketersediaan kayu awet, pasokan kayu tidak awet namun sudah diawetkan merupakan alternatif yang penting. Pengalaman menunjukkan bahwa perpanjangan masa pakai kayu terutama untuk pemakaian di luar ruangan (kondisi terbuka) secara finansial menguntungkan meskipun pada awalnya terasa lebih tinggi karena untuk kondisi tertentu biaya pengawetan kayu meningkatkan biaya.  Namun dengan pengawetan, kayu dijamin memiliki masa pakai yang lebih panjang dibandingkan dengan kayu yang tidak diawetkan.
Perpanjangan masa pakai kayu dengan perlakuan pengawetan yang sesuai memberikan pengaruh yang nyata pada pemanfaatan kayu. Dengan pengawetan kayu, maka kayu-kayu yang kurang atau tidak awet -biasanya memiliki masa pakai yang singkat terutama untuk penggunaan di tempat yang terbuka- dapat dimanfaatkan. Dengan pengawetan, kayu-kayu yang selama ini tidak dipakai karena tidak awet dapat dimanfaatkan sebagai bahan alternatif. Apalagi mengingat meningkatnya pasokan kayu dari jenis yang demikian akibat semakin menurunnya potensi hutan alam dan adanya moratorium penebangan kayu di Indonesia.
Selain itu, perlakuan pengawetan dapat menyebabkan berkurangnya permintaan kayu untuk proses penggantian komponen bangunan yang rusak akibat berbagai faktor perusak.  Dengan demikian kelestarian hutan menjadi lebih terjamin. Dengan tersedianya kayu-kayu yang sudah diawetkan, maka pengeluaran devisa negara untuk mengimpor kayu dapat ditekan. Untuk negara-negara penghasil kayu, tindakan pengawetan dapat mengurangi pemakaian kayu di dalam negeri sehingga dapat meningkatkan volume ekspornya.
3.      Metode Pengawetan
Masuknya bahan pengawet ke dalam kayu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu tanpa dan menggunakan tekanan. Metode pengawetan yang tanpa tekanan bisa berupa pelaburan (brushing), penyemprotan (spraying), rendaman dingin (cold soaking), rendaman panas dingin (cold and hot soaking). Adapun metode pengawetan yang menggunakan tekanan terdiri dari metode sel penuh dan sel kosong. Keduanya dilengkapi dengan alat vakum.
Perlakuan sel penuh bertujuan untuk memasukkan bahan pengawet sebanyak mungkin sehingga mampu memenuhi seluruh rongga yang ada, sedangkan pada perlakuan sel kosong sebagian bahan pengawet dipaksa keluar dan hanya sebagian yang tertinggal di dalam kayu. Metode yang lebih umum dilakukan adalah proses sel kosong karena lebih murah dan tidak mengurangi keefektifan bahan pengawet.
4.        Pengaruh Pengawetan terhadap Sifat Kayu
Masuknya bahan pengawet ke dalam kayu tidak saja meningkatkan keawetan kayu tetapi juga berpengaruh terhadap sifat-sifat kayu. Besar perubahan pada kayu misalnya kemudahan di cat, keterbakaran, bau, kekuatan, ketahanan terhadap listrik, perekatan, berat, dan lain sebaginya dipengaruhi oleh sifat bahan pengawet dan kondisi perlakuan.
Perlakuan dengan metode sederhana -misalnya dengan perendaman singkat tidak menimbulkan masalah, tetapi penerapan tekanan dapat menyebabkan bahan pengawet menetes atau terbentuknya kristal di permukaan kayu. Kayu-kayu awetan dengan bahan pengawet larut air pada umumnya tidak menimbulkan masalah dalam penge-cat-an meskipun beberapa diantaranya mampu ”mewarnai” kayu-kayu yang berwarna terang.
Kekuatan kayu yang diawetkan dengan tekanan dalam silinder yang tertutup biasanya berkurang akibat tekanan dan panas yang diterapkan. Tekanan ternyata lebih memberikan efek negatif, baik bila pemanasan diperpanjang ataupun saat pemanasan singkat karena waktu yang singkat mengakibatkan meningkatnya tekanan. Kombinasi pengaruh tekanan dan suhu tergantung pada jenis kayu dan tipe bahan pengawet.
Kayu yang diawetkan dengan bahan pengawet larut air lebih mudah direkat dibandingkan dengan kayu awetan menggunakan bahan pengawet organik maupun bahan pengawet larut minyak. Dibandingkan dengan kayu kontrol, kekuatan sambungan pada kayu-kayu awetan lebih rendah.
Berat kayu awetan akan bertambah secara proporsional sesuai dengan berat bahan pengawet yang masuk ke dalam kayu.
5.      Rayap
Rayap memiliki habitat yang berbeda. Berdasarkan tempat bersarangnya, rayap dapat dibedakan atas rayap pohon, rayap kayu lembab, rayap kayu kering, dan rayap tanah (subteran). Di Indonesia rayap tanah merupakan jenis yang paling banyak merusak terutama dari genus Coptotermes dan Schedorhinotermes. Mereka sangat ganas, bisa menyerang objek yang berjarak 200 meter dari sarang dan bahkan bisa menembus tembok setebal beberapa cm dengan bantuan enzim yang dikeluarkan dari mulutnya (http://fikri-fulkiadli.blogspot.com/2008/09/jenis-jenis-rayap.html; di akses tanggal 14 Oktober 2009).
6.      Sifat Mekanis Kayu
Sifat mekanis kayu adalah sifat yang berhubungan dengan kekuatan kayu dan merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan gaya luar yang bekerja padanya. Gaya luar tersebut cenderung untuk merubah ukuran dan bentuk kayu (Haygreen dan Bowyer, 1982).
Sifat mekanis kayu merupakan faktor terpenting yang harus diperhatikan apabila kayu akan digunakan untuk bahan bangunan. Dua sifat mekanis penting untuk menilai kekuatan kayu diantaranya adalah keteguhan lentur statis (static bending strength) dan  kekerasan (hardness).
a)    Keteguhan Lentur Statis (Static Bending Strength)
Menurut Haygreen dan Bowyer (1982), keteguhan lentur statis merupakan sifat yang digunakan untuk menentukan beban yang dapat dipikul oleh suatu gelagar. Apabila suatu gelagar dibengkokkan, separuh bagian atas mengalami tegangan dan separuh bagian bawah mengalami tarikan, sedangkan sumbu netral tidak mengalami tegangan tarik maupun tegangan tekan. Dari pengujian keteguhan lentur akan diperoleh nilai keteguhan kayu pada batas proporsi dan keteguhan kayu maksimum.
Di bawah batas proporsi terdapat hubungan positif antara tegangan dengan regangan, dimana nilai perbandingan antara regangan dan tegangan ini disebut Modulus of Elasticity (MOE); sementara Modulus of Rupture (MOR) dihitung dari beban maksimum (beban pada saat patah) (Haygreen dan Bowyer 1982).
b)    Kekerasan (Hardness)
Kekerasan merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan kikisan pada permukaannya. Sifat kekerasan dipengaruhi oleh kerapatan kayu, keuletan kayu, ukuran serat, daya ikat antarserat dan susunan serat (Mardikanto, 1979 dalam Gunawan, 2004). Nilai yang didapat dari hasil pengujian merupakan uji pembanding, yaitu besar gaya yang dibutuhkan untuk memasukan bola baja yang berdiameter 0,444 inci pada kedalaman 0,22 inci (Wangaard, 1950 dalam Prasetyo, 2001).


III.             Metode Pendekatan
1.        Tempat dan Waktu
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB mulai dari bulan November 2009 sampai bulan April 2010.
2.        Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan adalah daun Kacang Babi, kayu sengon (Paraserianthes falcataria), dan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren). Adapun peralatan utama yang digunakan adalah blender sebagai penggerus, wadah plastik untuk proses pengawetan, peralatan laboratorium seperti timbangan, petry dish, Erlen meyer, tabung kaca, timbangan, dan sebagainya termasuk alat tulis, serta peralatan uji sifat mekanis dan tabung pengawetan kayu. 
Daun Kacang Babi diperoleh dari perkebunan di Desa Sunia Kecamatan Banjaran Kabupaten Majalengka. Daun tumbuhan ini akan digunakan untuk memperoleh ekstrak bahan aktifnya dengan cara penggerusan.  Kayu  sengon sebagai sampel diperoleh dari 4 batang pohon sehat dari kawasan hutan rakyat sekitar kampus IPB Darmaga. Adapun koloni rayap tanah sebagai faktor perusak diperoleh dari Hutan Percobaan Yanlappa, Jasinga-Bogor yang telah dipelihara di Laboratorium Biologi Hasil Hutan, Pusat Studi Ilmu Hayati IPB.
3.        Ekstraksi Daun Kacang Babi dan Pembuatan Larutan Bahan Pengawet
Ekstrak daun Kacang Babi diperoleh melalui proses penggerusan potongan kecil daun Kacang Babi segar dengan akuades dalam blender, lalu disaring untuk memisahkannya dari ampas (residu). Konsentrasi larutan bahan pengawet yang digunakan adalah 20, 40, dan 60%.
Untuk memperoleh konsentrasi larutan bahan pengawet sebesar 20%, maka sebanyak 20 g daun Kacang Babi segar digerus dalam blender sambil ditambahkan 100 ml akuades. Untuk konsentrasi 40%, maka dibutuhkan 40 g daun dan 100 ml akuades; sementara untuk 60% dibutuhkan 60 g daun dan 100 ml akuades.
4.        Persiapan Kayu Sampel
Dari masing-masing batang diambil bagian pangkalnya. Kemudian dijadikan contoh uji kondisi kering udara dengan 2 ukuran, yaitu: 2 cm  x 1 cm  x 1cm (untuk uji efikasi bahan pengawet) dan  30 cm x 2 cm x 2 cm (untuk uji sifat mekanis kayu setelah diawetkan). Dengan 2 metode, 4 konsentrasi, 2 jenis pengujian, dan 4 ulangan, maka dibutuhkan 64 sampel. Tiga puluh dua sampel untuk pengujian efektifitas bahan pengawet dan 32 sampel lainnya untuk pengujian pengaruh pengawetan terhadap sifat mekanis kayu.
5.        Proses Pengawetan Kayu
Metode pengawetan kayu yang diterapkan adalah metode rendaman dingin dan metode vakum-tekan khususnya sel kosong, masing-masing dengan konsentrasi larutan bahan pengawet sebesar  0- (kontrol), 20-, 40- dan 60%. Prosedur pengawetan mengikuti tahapan standar, dimana sebelum kayu diawetkan sampel kayu dan larutan bahan pengawet telah disiapkan terlebih dahulu dengan seksama.
Secara ringkas dapat disebutkan bahwa perendaman dilakukan selama satu minggu, sedangkan besar tekanan yang digunakan adalah 8 atm selama 30 menit. Setelah diawetkan, kayu ditiris dan di-conditioning-kan untuk meratakan masuknya bahan pengawet ke dalam kayu untuk selanjutnya dikering-udarakan selama 3-4 minggu untuk mencapai kadar air kering udara.
6.        Uji Efikasi Bahan Pengawet
Sampel kayu yang telah diawetkan kemudian dimasukan ke dalam wadah kaca berukuran 5 cm x 3 cm x 3 cm yang telah berisi tanah steril lembab setinggi 3-4 mm. Ke dalam wadah yang telah berisi kayu, lalu dimasukkan 50 ekor rayap pekerja, kemudian ditutup dengan alumunium foil yang telah dilubangi. Selanjutnya wadah tersebut disimpan dalam ruangan gelap pada suhu ± 28oC selama 2 bulan.
Setelah 3 bulan pengumpanan, sampel tersisa kemudian dikeluarkan, lalu dibersihkan dan dikeringkan dalam oven (103±2)ºC untuk mendapatkan berat akhir kayu (BKT2). Jumlah rayap yang masih hidup dihitung dengan seksama. Persentase kehilangan berat kayu dan persentase mortalitas rayap dihitung dengan menggunakan rumus:
% Kehilangan Berat  = (BKT1 – BKT2) / BKT 1 x 100%
% Mortalitas Rayap = (N1 – N2) / N1 x 100%
Dimana:   BKT1 =  BKT kayu sebelum diumpan
                 BKT2 =  BKT kayu setelah diumpan
                 N1       =  Jumlah rayap awal (ekor)
                 N2       =  Jumlah rayap yang masih hidup (ekor)
7.        Uji Sifat Mekanis Kayu
Sifat mekanis kayu yang diuji terdiri dari keteguhan lentur statis dan kekerasan. Pengujian dilakukan mengikuti tahapan standar dengan menggunakan mesin uji Universal Testing Machine.

IV. Pelaksanaan Program
1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
            Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, yang dimulai dari bulan Januari sampai  dengan Mei  2010.
2. Tahapan Pelaksanaan/Jadwal Faktual
  14 Januari 2010 : Pengumuman PKM didanai
  19 Januari 2010 : Konsultasi Perdana
  9 Februari 2010 : Pengambilan daun kacang babi
  12-17 Februari 2010 : Pembuatan ekstrak daun kacang babi
  19-22 Februari 2010 : Konsultasi dan persiapan   bertingkat
  1-13 Maret 2010 : Pembuatan sampel uji kayu
  15-27 Maret 2010 : Pengeringan kayu dalam kondisi kadar air 15%-17%
  27 Maret-8 April 2010 : Proses pengawetan
  8-15 April 2010 : Proses pengeringan sampel uji
  15-29 April 2010 : Karantina rayap  
  20 April: Penimbangan sampel uji sebelum diumpan
  1 Mei 2010      : Pengumpanan rayap
  20 Mei 2010    : Pembongkaran rayap dan perhitungan mortalitas rayap
  21 Mei 2010    : Penghitungan kehilangan berat sampel uji
  25 Mei-4 Juni  : Penyelesaian Laporan akhir

4. Instrumen Pelaksanaan
- Belender
- Timbangan
-Vakum Tekan
- Cawan
-Gelas Uji Rayap
-Bak Pengawetan
-Caliper

5. Rancangan dan Realisasi Biaya (Tercantum di lampiran)



V.                Hasil dan Pembahasan
            Ekstrak daun kacang babi ( Vicia Faba L.) telah terbukti efektif sebagai bahan pengawet kayu ramah lingkungan setelah di lakukan proses penelitian ini. Dapat di ketahui dari data mortalitas rayap dan kehilangan berat sampel uji. Rayap mengalami mortalitas tertinggi pada minggu kedua pada contoh uji yang di beri perlakuan.sementara untuk sampel uji kontrol masih banyak rayap yang masih hidup.untuk efektifitas dari tingkat konsentrasi ternyata konsentrasi 60% paling efektif karena pada minggu pertama kondisi rayap mengalami mortalitas cukup banyak di bandingkan yang lain.tetapi konsentrasi 20% dan 40% juga sudah cukup efektif karena dalam waktu dua minggu tingkat mortalitas rayapnya mencapai 100%.
            Berdasarkan dua metode yang di bandingkan dalam penelitian ini ternyata tidak memberikan data yang signifikan terhadap mortalitas rayap. Kedua metode ini sama - sama efektif dalam proses pengawetan. Tetapi yang membedakanya adalah efisiensi waktu dalam proses pengawetanya.dimana perendaman memerlukan waktu satu minggu, tetepi untuk metode vakum tekan hanya memerlukan waktu 1 jam. Tetapi kelemahanya adalah dari segi biaya, metode vakum tekan lebih mahal dibandingkan dengan metode rendaman. Sampel kayu hasil pengawetan menggunakan ekstrak daun kacang babi ternyata tidak mempengaruhi kekuatan mekanis kayu. Sedangkan efek dari pengawetan terhadap warna kayu yaitu warna kayu menjadi lebih gelap.

VI.             Kesimpulan dan Saran
            Berdasarkan hasil dan pembahasan Ekstrak daun kacang babi (Vicia Faba L.) telah terbukti efektif untuk pengawet kayu ramah lingkungan. Metode pengawetan yang efektif dan efisien adalah metode vakum tekan karena waktu yang di perlukan untuk proses pengawetan lebih singkat dibandingkan dengan metode pengawetan dengan perendaman.
            Saran untuk penelitian ini adalah perlu di adakanya penelitian lebih lanjut. Terutama untuk bahan – bahan alami lainya yang berpotensi sebagai bahan pengawet kayu ramah lingkungan.







VII. Daftar Pustaka
[Anonim]. 2009. http://dusunlaman.net/?p-216 (Diakses tanggal 19 Oktober           2009).
[Anonim]. 2009. http://plantamor.com/index.php?plant=1477 (Diakses tanggal 14  Oktober 2009).
Gunawan, G. 2004. Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Jati Plus Perhutani dari Beberapa Seedlot Asal KPH Ngawi Pada Kelas Umur I.  [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kehutanan.
Haygreen, J.G. dan J. L. Bowyer. 1982. Forest Product and Wood Science. An       Introduction. Iowa State University Press, Ames. USA
Martawijaya, A., I. Kartasujana, Y. I. Mandang, S. A. Prawira dan K. Kadir. 2005.           Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Badan Litbang Kehutanan. Bogor.
Nandika, D., Y.Rismayadi, F. Diba. 2003. Rayap, Biologi dan Pengendaliannya.   Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Prasetyo, A. 2001. Pembandingan Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Pilang (Acacia leucophloea Wild.) dengan Kayu Jati, Mahoni dan Meranti. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kehutanan. Tidak diterbitkan.
Rismayadi, Y. dan Arinana. 2007. Usir Rayap Dengan Cara Baru Dan Ramah      Lingkungan. Majalah Serial Rumah. PT. Prima Indosarana Media. Hal. 32
Sitepu, V. K. 2003. Uji efikasi bifentrin dan impralit sebagai bahan pengawet kayu            lapis terhadap rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus). [Skripsi]. Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut            Pertanian Bogor.
Winarno, F.G. 2001. Hama Gudang dan Teknik Pemberantasannya. Mbrio            Press. Bogor

1 komentar: