Selasa, 15 November 2011

PEMANFAATAN DAUN TANAMAN KACANG BABI (Vicia faba L.) SEBAGAI BIOPESTISIDA


I. PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Salah satu kebutuhan primer manusia adalah kebutuhan akan pangan. Ketersediaan pangan harus sesuai dengan kebutuhan, sehingga peningkatan produksi pertanian menjadi suatu hal yang mutlak untuk dilakukan. Apalagi mengingat pertambahan penduduk yang cenderung semakin meningkat (Harjadi, 1999) sementara usaha pertanian di Indonesia mengalami keterpurukan produksi akibat serangan hama.
Memasuki abad ke-21 banyak keluhan-keluhan masyarakat terutama masyarakat menengah ke atas tentang berbagai penyakit seperti stroke, penyempitan pembuluh darah, pengapuran, dan lain-lain yang diduga terkait dengan pola dan bahan  makan. Banyak sekali makanan yang diolah dengan berbagai bahan kimia tambahan.
Banyaknya kegiatan budaya yang menggunakan pestisida kimia dengan frekuensi dan dosis yang berlebihan dalam rangka meningkatkan hasil panen, akan menghasilkan bahan pangan yang meracuni tubuh manusia karena mengandung logam-logam berat. Bahkan, makan sayur yang dulu selalu dianggap menyehatkan, kini harus diwaspadai karena sayuran telah terkontaminasi dengan bahan-bahan kimia beracun yang berasal dari pestisida kimia yang digunakan.
Untuk mengatasi kondisi tersebut salah satu upaya yang dilakukan adalah pemanfaatan pestisida alami yang selain mampu mengurangi atau meniadakan hambatan-hambatan masalah produksi seperti serangan hama juga menghindari manusia dari efek negatif yang ditimbulkan. Salah satu bahan alami potensial yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan biopestisida adalah tanaman Kacang Babi (Vicia faba L.) karena tanaman yang tumbuh liar di berbagai tempat ini sudah terbukti mampu mengatasi serangan hama dan penyakit khususnya pada beberapa jenis sayuran. Penggunaannya sebagai biopestisida pada tanaman kubis dan kentang belum banyak diteliti. Oleh karena itu, bahan aktif yang terdapat dalam tanaman ini perlu diteliti dengan seksama.

Perumusan Masalah
Hal yang akan di amati dalam penelitian ini adalah:
1.    Mempelajari kandungan bahan aktif daun Kacang Babi (V. faba L.)
2.    Menjajaki peluang penggunaan ekstrak daun Kacang Babi (V. faba L.) sebagai biopestisida pada beberapa tanaman pertanian dan sekaligus mengamati tingkat keefektifannya
3.    Mengenalkan biopestisida dari ekstrak daun Kacang Babi kepada para petani.

Tujuan Program
 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan bagian tumbuhan Kacang Babi (V. faba L.) khususnya bagian daun sebagai biopestisida untuk menangani keterpurukan produksi pertanian di Indonesia dari serangan hama, serta meningkatkan produksi pangan di Indonesia yang sehat dan aman, dengan memfokuskan penelitian pada kandungan bahan aktif yang terdapat dalam daun tanaman tersebut.


Luaran Yang Diharapkan
Setelah melakukan penelitian ini diharapkan terbitnya sebuah artikel tentang manfaat daun Kacang Babi  (V. faba L.) sebagai biopestisida termasuk kandungan bahan aktifnya di jurnal ilmiah terakreditasi, disamping paten terkait dengan produk biopestisida yang dihasilkan.

Kegunaan Program
Dengan ditemukannya biopestisida dari daun Kacang Babi melalui penelitian ini, maka ketergantungan para petani lokal terhadap pestisida kimia yang selama ini digunakan diharapkan menjadi berkurang. Apalagi mengingat harga pestisida kimia yang selama ini digunakan cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun dan efek negatif yang ditimbulkannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kacang Babi merupakan tumbuhan tahunan, kaku, gundul, dengan tinggi antara 30-180 cm. Batangnya kuat, bersegi dan berongga; sementara daunnya berseling, menyirip ganda, berjumlah 2-6, dan berbentuk bulat telur hingga menjorong. Perbungaannya berupa tandan pendek diketiak dengan jumlah bunga 1-6; berukuran 2-4 cm x 1.5 cm, berwarna putih dengan loreng dan ruam, dan berbau. Polongnya agak menyilinder hingga memipih. Di lapangan, panjang kultivar hanya 5-10 cm, sedangkan bila ditanam di kebun dapat mencapai 30 cm.
Asal dan sebaran geografis tanaman ini meliputi daerah Mediterania atau daerah di selatannya. Di Asia Barat, tumbuhan ini telah ditanam sejak dahulu. Sekarang secara luas ditanam di semua daerah hangat dan pada ketinggian lebih tinggi dari daerah tropis. Tumbuhan ini tergolong dalam kacang polong utama dunia (http://dusunlaman.net/wpcontent/uploads/2008/11/tephrosia.jpg.; diakses tanggal 15 Oktober 2009).
Selama periode pertumbuhan tanaman ini memerlukan temperatur rata-rata 18-27°C, dengan sedikit atau tidak ada panas yang berlebihan. Curah hujan yang diperlukan sekitar  650-1000 mm/tahun, dengan kelembaban tertinggi kurang lebih 9-12 minggu setelah penanaman. Meskipun tidak tahan kekeringan dan air yang berlebihan, tanaman ini dapat tumbuh pada hampir semua jenis lahan. Pertumbuhan terbaiknya terjadi di lahan berliat, dengan pH optimum sekitar  6,5. Perbanyakan tanaman biasa dilakukan dengan biji. Bentuk fisik tanaman ini disajikan pada Gambar 1.
Kacang Babi merupakan tanaman yang menjanjikan karena kultivar kacang keringnya mulai dijadikan makanan untuk manusia dan ternak karena kaya akan protein. Karena itu usaha untuk meningkatkan luas lahan dan produktifitasnya merupakan usaha yang menjanjikan.

Gambar 1. Vicia faba L.
III. METODE PENDEKATAN

Persiapan Bahan Baku sebagai Simplisia
            Persiapan simplisia meliputi beberapa kegiatan, yaitu pengumpulan bahan baku, sortasi, pengeringan dan penggilingan daun Kacang Babi menjadi serbuk dengan ukuran 40-60 mesh
.
Ekstraksi
            Metode ekstraksi yang dilakukan adalah maserasi menggunakan pelarut etanol dan air. Maserasi dengan pelarut etanol dilakukan pada suhu kamar selama 24 jam dengan pengadukan sesering mungkin. Perbandingan sampel dan etanol sebesar 1:3. Masing-masing ekstrak ditimbang untuk mengetahui rendemennya dan dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui kandungan kimia utamanya (Harborne, 1996). Perhitungan rendemen dengan rumus: 
Rendemen (%) =  Bobot ekstrak (g) / Bobot serbuk yg diekstrak (g) X 100%

Uji Fitokimia
a.     Uji Alkaloid
Satu gram ekstrak dilarutkan dalam 5 ml kloroform dan beberapa tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan selanjutnya fraklsi kloroform diasamkan dengan asam sulfat 2 M, kemudian dikocok sehingga terbentuk dua lapisan. Lapisan asam sulfat diteteskan pada lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Dragendorf, Mayer dan Wagner yang akan menimbulkan endapan dengan warna berturut-turut merah jingga, putih, dan coklat.
b. Uji Terpenoid dan Steroid
Satu gram ekstrak dilarutkan dalam 25 ml etanol panas (50oC), kemudian disaring ke dalam pinggan porselin dan diuapkan sampai kering. Residu ditambahkan eter dan ekstrak eter dipindahkan ke dalam lempeng tetes, lalu ditambahkan 3 tetes anhidrida asetat dan satu tetes H2SO4 pekat (pereaksi Lieberman-Burchard). Warna merah atau ungu menunjukkan adanya terpenoid dan warna hijau atau biru menunjukkan adanya steroid.
c. Uji Saponin
Satu gram ekstrak dilarutkan dalam 100 ml air dan dipanaskan selama 5 menit. Setelah itu ekstrak disaring dan filtrat digunakan untuk pengujian. Uji saponin dilakukan dengan pengocokan10 ml filtrat dalam tabung reaksi tertutup selama 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang stabil selama 15 menit.
d. Uji Tanin
Satu gram bubuk dilarutkan dalam 5 ml air, kemudian dididihkan selama beberapa menit, lalu disaring. Filtrate yang dihasilkan ditambahkan 5 tetes FeCl3 1% (b/v). timbulnya warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan adanya tannin.
e. Uji Kuinon
Satu gram ekstrak ditambahkan 100 ml air, dididihkan selama 5 menit dan disaring 10 ml filtrat ditambahkan 5 tetes larutan natrium hidroklorida 1 N. Apabila terbentuk warna merah menunjukkan adanya kuinon.

f. Uji Flavonoid
Satu gram ekstrak ditambah metanol sampai terendam lalu dipanaskan. Filtratnya ditambah H2SO4. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya senyawa flavonoid.

IV. PELAKSANAAN PROGRAM

Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan di Desa Sunia, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka dan Laboratorium Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan dari bulan Februari hingga Mei 2010.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

            Dari hasil penelitian terhadap kandungan senyawa kimia ekstrak daun kacang babi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Serbuk Daun Kacang Babi
No.
Kandungan Zat
Hasil uji
1.
Alkaloid
+++
2.
Saponin
++
3.
Tanin
++
4.
Fenolik
-
5.
Flavonoid
-
6.
Triterfenoid
+
7.
Steroid
++
8.
Glikosida
++++
                                   
                                    Keterangan :  -           : Negatif
                                                                        +          : Positif lemah
                                                                        ++        : Positif
                                                                        +++      : Positif kuat
                                                                        ++++   : Positif kuat sekali

            Dari tabel 1. dapat dilihat bahwa dari hasil uji fitokimia ekstrak daun kacang babi mengandung glikosida, alkaloid, saponin, tanin, steroid, dan triterfenoid. Sedangkan senyawa fenolik dan flavonoid tidak ditemukan.
            Senyawa kimia pertahanan tumbuhan merupakan metabolit sekunder atau alelokimia yang dihasilkan pada jaringan tumbuhan, dan dapat bersifat toksik, menurunkan kemampuan serangga dalam mencerna makanan, dan pada akhirnya mengganggu pertumbuhan serangga. Senyawa kimia pertahanan tumbuhan antara lain meliputi tanin, saponin, terpenoid, alkaloid, dan flavonoid (Ishaaya, 1986; Howe & Westley, 1988).
            Tanin terdapat pada berbagai tumbuhan berkayu dan herba, berperan sebagai pertahanan tumbuhan dengan cara menghalangi serangga dalam mencernakan makanan. Serangga yang memakan tumbuhan dengan kandungan tanin yang tinggi akan memperoleh sedikit makanan yang bermanfaat bagi kehidupannya, akibatnya akan terjadi penurunan pertumbuhan (Howe & Westley, 1988).
            Saponin terdapat pada berbagai jenis tumbuhan, dan bersama-sama dengan substansi sekunder tumbuhan lainnya berperan sebagai pertahanan diri dari serangan serangga, karena saponin yang terdapat pada makanan yang dikonsumsi serangga dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan dan penyerapan makanan (Applebaum, 1978; Ishaaya, 1986). Selanjutnya Smith (1989) menjelaskan bahwa alkaloid, terpenoid, dan flavonoid merupakan senyawa pertahanan tumbuhan yang dapat bersifat menghambat makan serangga, dan juga bersifat toksik.
    
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

            Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan daun tanaman kacang babi sebagai biopestisida pada tanaman sawi putih dan kol cukup efektif hal ini dapat dilihat dari hasil uji lapangan pada lahan sawi putih dan kol di Desa Sunia, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka. Senyawa kimia yang berperan untuk biopestisida dari ekstrak daun Kacang Babi diduga berasal dari senyawa alkaloid, saponin, dan tanin.

VII. DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2009. http://dusunlaman.net/wpcontent/uploads/2008/11/tephrosia.jpg. (Diakses tanggal 15 Oktober 2009).
Applebaum, S.W. & Birk, Y. 1979. Saponin In: Herbivor their interaction with Secondary plant metabolite Ed: Rosental G.A. & Janzen, D.A. Academic Press. New York. London. pp.553-558.
Harborne J. B. 1996. Metode Fitokimia. K. Padmawinata dan I. Soediro (Penerjemah).     S. Niksolihin (Editor). Bandung: ITB Press. (Terjemahan)
Harjadi, S. S. 1999. Pengantar Agronomi. Jakarta: Gramedia.
Howe, F.H. & Westley, L.C. 1988. Ecological relationshis of plant and animal. Oxford university press. New York. pp. 29-38.
Ishaaya, I. 1986. Nutritional and allelochemic insect plan interaction reting to Digestion and  food intake. Ed: Miller, J.R. & Miller, T.A. Insect plan Interaction. Springer-verlag. New York. London. pp. 639-642






Tidak ada komentar:

Posting Komentar